Informasi mengenai kata cinta, kata mutiara, kata bijak, kata romantis dan sebaaginya

20 September 2008

Cinderella, Dongeng Berbahaya?

Sudah tiga hari Dita (10 tahun) tak mau bicara dengan ayahnya. Itu terjadi sejak Dino, sang ayah, memperkenalkan Dita pada seorang wanita, teman dekatnya.

 

Dita langsung waspada. Perempuan itu bakal menggantikan posisi ibundanya yang sudah tiga tahun meninggal dunia. ‘’Ibu tiri itu jahat, anak-anaknya ibu
tiri juga suka iri dan jahat. Makanya, aku nggak mau kalau ayah menikah lagi,’’ Dita kepada budenya lewat telepon.

 

Konsep ibu tiri yang jahat sudah tertanam pada sebagian besar dari kita. Anakanak hingga kakek-nenek seolah paham bahwa konsep ini memang menebar. Sebagian
konsep ini diperkenalkan pada anak-anak lewat dongeng. Lihat saja ibu tiri dan saudara-saudara tiri yang jahat pada dongeng Cinderella atau Bawang Merah
Bawang Putih. Tak cuma itu, dongeng juga memperkenalkan pada anak bahwa si baik hati berwajah cantik dan tampan.

 

Sejumlah peneliti malah menyebut Cinderella sebagai salah satu dongeng paling berbahaya. Begitu kuatnya cerita itu sampai orang dewasa pun terlena oleh
Cinderella versi modern. Inilah yang menyebabkan film Pretty Woman belasan tahun lalu pernah menjadi box office di sejumlah negara.

 

Tapi, begitulah. Anakanak, ungkap pemerhati media anak dan keluarga, Nina Armando, sangat menyukai dongeng. Mulai dongeng tentang putri cantik dengan baju
Cinderella, pangeran yang tampan, istana megah. ‘’Perhatikan ekspresi anakanak ketika membaca, menonton atau didongengkan sebuah cerita pasti sangat antusias,’’
katanya.

 

Namun, Nina mengingatkan agar orangtua perlu mewaspadai dongeng yang dapat menumbuhkan stereotip (konsepsi terhadap sesuatu berdasarkan prasangka yang
tidak tepat) pada anak-anak. Misalkan, anak perempuan yang lemah akan dibantu oleh peri atau mendapatkan pangeran yang tampan.

 

Stereotip ini yang ditebar dongeng ini bisa berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak dalam jangka panjang. Nina lantas menunjuk pada penelitian di
Amerika Serikat yang mengungkap tentang bulimia dan anekroksia pada anak-anak.’’ Ini akibat penggambaran yang salah tentang tubuh perempuan harus langsing
seperti Barbie,’’ kata dosen komunikasi FISIP Universitas Indonesia (UI) ini.

 

Buku dan tontonan
Nina melihat beda pengaruh antara dongeng yang dibaca lewat buku dan yang ditonton. Menurut ibu dua anak ini, dongeng yang dibaca atau diceritakan melalui
buku memiliki muatan yang banyak diserap oleh anak-anak. Mereka akan berimajinasi secara bebas, memiliki ruang merenung yang tidak bisa dijajah.

 

Di sisi seberang, dongeng yang diperoleh anak melalui tontonan akan memunculkan simbol-simbol yang melekat dan akan tertanam pada anak. Imajinasi anak
pun sudah dibatasi sesuai tuntutan yang sudah ada di film.

 

Karena itu, film lebih berbahaya dan mencemaskan dibandingkan dongeng yang dibaca melalui buku. ‘’Anak-anak lebih baik mendapatkan dongeng melalui buku
dari pada menonton TV atau video. Apalagi kalau buku itu dibacakan (yang mendongeng, red) orangtua biarkan anak berimajinasi seluas-luasnya. Karena imajinasi
itu akan merangsang kreativitas anak,’’ papar Nina.

 

Dari imajinasi si anak, orangtua bisa menanyakan kepada anak bagaimana dongeng yang tadi dibaca. Lalu, orangtua harus menangkap apa yang disampaikan anak.
Misalkan, bila anak menyimpulkan kalau ibu tiri itu jahat. Orangtua bisa meluruskan bahwa banyak juga ibu tiri yang baik, sayang pada anak tirinya. Sejalan
dengan pendapat Nina, psikolog dari UI, Rose Mini mengingatkan para orangtua untuk selalu mengakhiri dongeng-dongengnya dengan pesanpesan moral. ‘’Jelaskan
kepada anak, yang baik bagaimana, sebaliknya kelakuan buruk itu seperti apa, sehingga anak-anak akan paham membedakannya,’’ katanya kepada Republika seusai
acara Bincang Pagi dan Coaching Clinic Nursing di Kidzania, Jakarta, belum lama ini. Sebab, pada dasarnya, Rose Mini berpendapat bahwa dongeng banyak manfaatnya
bagi anak. Itu karena di dalam dongeng ada nilai-nilai baik dan buruk.

 

Meluruskan persepsi Sebenarnya, menurut psikolog Rose Mini, dongeng banyak manfaatnya bagi anak-anak. Sebab, dongeng memuat nilai-nilai yang baik dan buruk.
Namun agar tidak menimbulkan streotip bagi anak-anak setiap selesai mendongeng orang tua harus mengakhiri dengan pesan-pesan moral. Apalagi bila anak bisa
membaca buku sendiri.

 

Orangtua penting menanyakan apa isi cerita buku yang dibacanya. ‘’Biarkan anak menyimpulkan sendiri sesuai dengan yang dibacanya,’’ kata Rose Mini, ‘’Kalau
dari kesimpulan tersebut terdapat cerita yang ditangkap anak menyimpang, kewajiban orang tua untuk meluruskan.’’

 

Orangtua penting menjelaskan bahwa banyak orang berwajah buruk tapi hatinya baik. Justru pangeran yang ganteng ternyata tidak selamanya baik. Orangtua
perlu waspada bila anak setelah membaca diam saja.

 

‘’Apa yang diimajinasikan akan terus tertanam pada diri si anak,’’ kata Nina Tapi seiring bertambahnya usia dan daya pikir, si anak bisa membedakan mana
yang riil dan tidak. Agar alam sadar anak tidak tertanam dengan dongengdongeng sampai dewasa, menurut Nina, orangtua sejak dini harus memberikan media
atau dongeng yang sehat.

 

Orangtua memilih dongeng yang sehat bagi anak-anak. Kini semakin melimpah bacaan bagi anak. ‘’Jangan cekoki terus mereka dengan dongeng putri, pangeran,
istana megah,’’ kata Nina. ‘’ Kalau terus-menerus mengonsumsi buku-buku seperti itu akan terjadi penggambaran yang konsisten pada diri anak.’’ Jadi, ada
baiknya orangtua menawarkan cerita tokoh-tokoh terkenal, pahlawan, ilmuwan.

 

4 Hal yang Harus Diwaspadai

 

Bila Anda membacakan dongeng kepada anak, waspadai konsep-konsep yang bisa menyesatkan:

 

* Ibu tiri itu jahat
Pastikan anak-anak tahu bahwa ibu tiri bisa juga baik hatinya. Teman mereka mungkin memiliki ibu tiri. Tidak otomatis mereka menderita dan perlu dikasihani.

 

* Pangeran yang tampan
Saat mendongeng, jangan tekankan soal kegantengan sang pangeran tapi seseorang yang menyenangkan dan baik hati, sifat-sifat yang lebih ketimbang penampilan
yang bagus dan segudang uang. Sebab, banyak anak perempuan di kemudian hari menunggu seumur hidupnya untuk menemukan pangeran tampannya sendiri, yang mungkin
tak kunjung muncul.

 

* Penampilan adalah segala-galanya
Jelaskan pada anak, penampilan bukan segala-galanya. Tapi, budi baiklah yang menjadi utama.

 

* Visi romantis
Sejak membaca dongeng seperti Cinderella, Sleeping Beauty, Bawang Merah Bawang Putih, anak erkelana dalam dunia wanita cantik dan pangeran-pangeran ganteng.
ketika mereka tumbuh besar ingin menjadi cantik, terjebak dalam kesulitan, diselamatkan oleh seorang pria tampan. Mereka pun hidup bahagia selamanya. Pesan
yang perlu disampaikan pada anak adalah ia harus berhasil dengan usahanya sendiri, tak perlu ‘penyelamatan’. Keberhasilan hasil upaya sendiri jauh lebih
menarik ketimbang ketidakberdayaan.

 

(Republika online)

 

 

Cinderella, Dongeng Berbahaya? Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Kunci Gitar

0 comments: